Fenomena “Gen Z” Bikin Resah Dunia Kerja dan Pelanggan

Dunia kerja dan layanan pelanggan kini dihadapkan pada fenomena baru yang sedang ramai di media sosial: “Gen Z stare” atau tatapan kosong khas anak muda generasi Z. Meski terdengar sepele, fenomena ini menimbulkan kebingungan, keresahan, bahkan konflik lintas generasi di tempat kerja.

Apa Itu Generasi Z?

Generasi Z (Gen Z) adalah kelompok yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an. Mereka tumbuh dalam era digital, mengenal internet, media sosial, dan teknologi sejak usia dini. Dibanding generasi sebelumnya, Gen Z cenderung lebih cepat beradaptasi dengan teknologi, lebih vokal dalam menyuarakan isu sosial, dan lebih menghargai keaslian daripada formalitas. Saat ini, Gen Z mencakup hampir 30% tenaga kerja global dan memiliki daya beli lebih dari 1 triliun dolar AS.

Namun di balik keunggulan digital dan semangat perubahan itu, Gen Z juga kerap dikritik karena dianggap kurang memiliki keterampilan sosial (soft skills) seperti komunikasi tatap muka, empati, dan keramahan terutama dalam lingkungan kerja.

Apa Itu “Gen Z Stare”?

“Gen Z stare” merujuk pada ekspresi wajah kosong atau tatapan datar yang sering diperlihatkan oleh Gen Z saat berinteraksi, khususnya di tempat kerja atau layanan pelanggan. Alih-alih menyapa dengan senyum dan sapaan ramah, mereka hanya diam dan menatap, tanpa menunjukkan ekspresi atau reaksi yang jelas.

Banyak pelanggan dan rekan kerja dari generasi lebih tua yang merasa tidak nyaman dengan sikap ini. Salah satu pengguna forum online membagikan pengalamannya saat membeli cokelat di sebuah toko: ia disambut dengan tatapan kosong tanpa sepatah kata, bahkan saat ia mengucapkan terima kasih. Hal ini membuatnya merasa canggung dan bertanya-tanya apakah ia berbuat salah.

Antara Autentik atau Antisosial?

Bagi Gen Z, tatapan kosong ini sering dianggap bukan sebagai bentuk ketidaksopanan, tetapi sebagai cara menjaga keaslian (authenticity). Mereka menganggap basa-basi dan senyum palsu sebagai hal yang tidak tulus. Namun bagi generasi lebih tua, terutama Baby Boomers dan Millennials, keramahan dalam komunikasi tetap dianggap penting, terutama dalam konteks layanan pelanggan.

Inilah yang kemudian memicu gesekan di tempat kerja. Survei menunjukkan 18% manajer pernah mempertimbangkan untuk mengundurkan diri karena kesulitan berkomunikasi dengan pegawai Gen Z. Bahkan 27% dari mereka lebih memilih tidak merekrut Gen Z jika memungkinkan. Tidak sedikit pula manajer yang berasal dari Gen Z sendiri mengakui bahwa generasinya cukup sulit untuk dikelola.

Dampaknya di Dunia Kerja dan Bisnis

“Gen Z stare” tidak hanya berdampak pada suasana kerja, tetapi juga pada pengalaman pelanggan. Dalam dunia retail, hospitality, dan layanan publik, sikap ramah sangat berpengaruh terhadap loyalitas konsumen. Jika pelanggan merasa tidak disambut dengan baik, mereka bisa saja memilih untuk tidak kembali.

Akibat fenomena ini, banyak perusahaan harus menginvestasikan lebih banyak waktu dan biaya untuk melatih Gen Z dalam hal komunikasi dan etika kerja. Hal ini memperpanjang proses onboarding dan menunda produktivitas.

Namun, di sisi lain, pendekatan to the point dan tanpa basa-basi dari Gen Z juga bisa menjadi keunggulan tersendiri bagi konsumen muda yang menghargai efisiensi dan kejujuran.

Kekhawatiran Masa Depan Karier

Di luar masalah komunikasi, Gen Z juga menghadapi tantangan besar di pasar kerja. Sekitar 58% lulusan baru belum memiliki pekerjaan tetap, angka yang jauh lebih tinggi dibandingkan generasi sebelumnya. Sementara perusahaan-perusahaan besar mulai mengandalkan AI dan otomatisasi, peluang kerja entry-level pun makin menyusut.

Fenomena “Gen Z stare” yang mencerminkan sikap pasif atau tidak antusias bisa menjadi penghambat besar di tengah persaingan yang semakin ketat.

Pola Kritik Lintas Generasi yang Berulang

Kritik terhadap generasi muda sebenarnya bukan hal baru. Generasi milenial pernah dijuluki “Me Me Me Generation” karena dianggap egois, sensitif, dan terlalu manja. Gen X sebelumnya juga dikritik sebagai generasi pemalas dan tidak punya arah. Kini giliran Gen Z yang disorot, meski sebagian besar kritik itu mencerminkan perbedaan budaya dan kondisi sosial yang terus berubah.

“Gen Z stare” mungkin berawal dari tren TikTok, namun dampaknya meluas hingga ke ranah ekonomi dan budaya kerja. Ia mencerminkan kebutuhan dunia kerja untuk lebih memahami cara berpikir dan berkomunikasi Gen Z. Perusahaan yang mampu menjembatani kesenjangan generasi ini akan lebih siap menghadapi tantangan tenaga kerja masa depan yang makin digital, langsung, dan penuh dinamika.